ARTIKEL BULAN INI
HOME ARTIKEL RUANG BELAJAR APRESIASI HIKMAH NGAJI
EDISI BULAN JUNI 2020
SINKRONISASI
PERAN KELUARGA,SEKOLAH ,DAN LINGKUNGAN DALAM MENGAWAL FITRAH ANAK
Oleh : Mulyanto
Guru SMP Negeri 12 Mukomuko ,kecamatan
Sungai Rumbai Kabupaten Mukomuko.Bengkulu 38366
Anak
merupakan asset masa depan bagi manusia dari suku apapun,dari bangsa
manapun.Oleh sebab itu kesadaran bahwa masa depan kemanusiaan akan tergantung
pada berhasil atau tidaknya proses pendidikan anak adalah mutlak menjadi syarat bagi
kegemilangan masa depan umat manusia. Semua proses pendidikan anak,baik itu formal atau non formal ,atau informal di tengah masyarakat sangat dipengaruhi oleh interaksi awal anak
dengan lingkungan keluarganya.Dengan begitu nilai kehidupan anak akan bagus
jika dan hanya jika anak mendapat didikan dan pembiasaan awal di dalam keluarga
dengan baik.
Masyarakat kita telah mengalami perubahan akibat
adanya pembangunan di semua sektor .
Perubahan tersebut telah mengubah tata nilai dan tatanan social di
masyarakat,termasuk dalam hal pendidikan anak dalam keluarga.Seiring dengan
tingkat mobilitas sosial yang semakin tinggi ,maka peran keluarga dalam memberi warna dasar
kepada anak dirasakan semakin berkurang .Orang tua menjadi
lebih sibuk dalam mencari nafkah,tidak hanya bapak sebagai kepala keluarga
,melainkan juga ibu yang sibuk dengan karir . Banyak yang tidak memiliki banyak
kesempatan berinteraksi dengan anak.Sebagai akibat langsung dari keadaan
tersebut adalah jiwa anak banyak yang
terisi dengan hal-hal negative yang tidak menguntungkan di masa ia kelak telah
mencapai usia dewasa.Interaksi anak dengan pembantu,teman sebaya,dan media
tayang menjadi lebih dominan daripada interaksi dengan kedua orang tua. Ketika
anak bertambah usia dan mulai menyadari eksistensi dirinya maka ia akan mencari
kompensasi atas apa yang menjadi kekurangan yang tidak ia dapatkan dalam
rumahnya dengan cara yang kadang-kadang menyerempet bahaya.
Banyak kasus dewasa ini yang memberi gambaran kepada
kita,betapa anak-anak telah jauh dibawa perubahan zaman.Bersama intensitas
interaksi dengan media tayang yang sangat tinggi maka tumbuh sifat-sifat baru
yang destruktif terhadap perkembangan mental anak selanjutnya.Begitu kompleks
permasalahan yang ditimbulkan oleh kesenjangan hubungan antara orang tua dengan
anak-anaknya ini menyebabkan orang tua terkaget-kaget mendapati perilaku
menyimpang anak-anaknya.
Pada akhirnya
puncak semua masalah tersebut adalah munculnya generasi yang memperbudak orang
tuanya.Semua keinginan harus dipenuhi,sekalipun keinginan tersebut bisa mendatangkan
marabahaya.Dan dengan sangat terpaksa si orang tua menjadi budak anak-anaknya yang
harus memenuhi semua keinginan anak yang menjadi pengharapan di hari tuanya.Maka
kemudian muncul anak-anak manja dengan jiwa dan mental yang rapuh,dan tidak percaya
diri.
Tumbuh berkembangnya mental anak sangat dipengaruhi
berturut-turut oleh intensitas interaksi awal dengan orang tuanya,kemudian
lingkungan keluarganya, kemudian lingkungan tetangganya,kemudian lingkungan
sekolah formalnya .Interaksi antara
orang tua dan anak-anaknya di masa usia dini merupakan pondasi awal yang
mempengaruhi bangunan mental si anak pada masa perkembangan berikutnya. Prioritas
utama perbaikan pembinaan mental anak adalah memperbaiki kualitas interaksi antara
orang tua dengan anak-anaknya dan berusaha merebut kembali hati anak-anaknya
dari pengaruh media tayang,para pembantu rumah tangga,teman-teman sepergaulan,
guru-guru sekolah formal yang tidak bermutu,dan dari semua pengaruh negative
yang mungkin terjadi di masa globalisasi ini.Namun demikian harus tetap
disadari bahwa untuk berhasil membawa anak menuju perkembangan mental yang
positif tidak bisa hanya dilakukan oleh orang tua saja,melainkan harus ada
lembaga-lembaga pendidikan yang memperkuat peran orang tua pola pengasuhan yang
mampu mengembangkan seluruh potensi anak dan memelihara fitrah
kemanusiaannya.Sinkronisasi antara peran orang tua dan peran lembaga pendidikan
dalam hal itu mutlak harus dilakukan.Lalu bagaimana ?
Sinkronisasi
Pertama : Back to Basic “ Keluarga” !
Para ahli pendidikan anak telah sepakat,bahwa peran
keluarga dalam membentuk karakter anak sangatlah besar.Aktivasi otak
anak,pembiasaan sikap,dan pengembangan bakat serta pembinaan beragama sangat
efektif dilakukan pada saat anak masih belum bersentuhan dengan dunia di luar
rumah.Artinya bila orang tua menghendaki anaknya cerdas,memiliki sikap mental
optimal,dan berbakat ketrampilan tertentu serta taat dalam beragama,maka hal
yang harus dilakukan oleh orang tua
adalah menyiapkan diri untuk menjadi guru,mentor,pelatih dan pembimbing
anak dalam masa awal kehidupan mereka.Dan itu tidak bisa dikerjalan dengan
sambilan.Harus full dan penuh dedikasi sebagai orang tua.
Sayangnya problem pendidikan anak di rumah tangga
sudah seperti lingkaran setan.Sangat sulit menemukan ujung-pangkalnya.Bila kita
fokuskan pada ujung satu,maka ujung lain sudah berkembang problem lain dengaan
sangat pesat.Sebaliknya bila kita fokuskan penyelesaian pada persoalan
lain,maka persoalan-persoalan berikutnya semakin tak terkendali.Oleh sebab itu
cara untuk mengatasi semua masalah yang terjadi dalam pendidikan anak dalam
rumah tangga adalah dengan menerapkan system pendidikan holistic dengan mengacu
pada nilai-nilai agama.Alasannya adalah kenyataan bahwa nilai-nilai agama
bersifat lebih kekal tidak banyak berubah dan memiliki nilai universal lintas
bangsa.Yang berarti sesuai dengan semangat globalisasi saat ini.
Namun dengan melihat potensi hambatan terhadap
penerapan pendidikan anak dalam keluarga yang holistic,nampak bahwa untuk
keadaan masyarakat Indonesia saat ini masih jauh dari harapan mampu
nenerapkannya.Banyak orang tua yang menjadi orang tua karena terpaksa,karena
keburu anaknya lahir padahal belum menginginkannya.Artinya secara mental belum
memenuhi syarat sebagai orang tua.Selain itu faktor ekonomi,politik,dan tingkat
pendidikan umumnya masyarakat kita belumlah menjadi kekuatan pendukung yang
sangat diperlukan untuk reorientasi pendidikan anak dalam keluarga
tersebut.Oleh karena itu,jika kita mau memperbaiki kondisi anak yang akan
menjadi pewaris negeri ini,maka kita harus melakukan perbaikan secara simultan
kondisi ekonomi masyarakat,“good will “ aparatur pemerintah,dan peningkatan
tingkat pendidikan masyarakat yang dilakukan secara riil bukan di atas kertas
saja atau laporan” dengkulan” para bawahan.Dan itu membutuhkan kesungguhan dan
semangat seperti di era awal kemerdekaan negara kita .
Dengan segala keterbatasan tersebut di atas ,maka
kecepatan proses perubahan paradigma
pendidikan anak akan berjalan lebih lambat daripada dampak negative yang
mungkin tumbuh di tengah masyarakat seperti keadaan sekarang.Oleh sebab itu
perlu langkah revolutif dalam perbaikan dengan segenap potensi dan
kekuatan.Kesadaran akan posisi strategis pendidikan anak dalam keluarga harus
disertai dengan tindakan nyata pembentukan badan-badan pendidikan anak usia 0-6
tahun yang baik dan menjadi alternative pendidikan anak bagi keluarga yang
tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk berinteraksi dengan anak-anaknya.
Lembaga –lembaga penitipan anak,misalnya,harus dibina
dan mendapat perhatian yang lebih serius dari Negara.Tidak saja dari segi
pembiayaannya,melainkan juga dari segi
penetapan tujuan,kurikulum dan aspek ketrampilan mengasuh dan mendidik
para pengelolanya.Semuanya harus mendapat perhatian serius dari Negara.Bisa
saja pemerintah menetapkan standar minimalnya,namun jangan sampai terjadi
penyeragaman.Standar penyelenggaraan minimal harus memperhatikan kemajemukan
bangsa Indonesia ini.Untuk hal-hal yang sifatnya kekhususan lembaga,pemerintah
hendaknya membiarkannya berkembang
sesuai dengan keinginan masyarakat.Dengan begitu pendidikan awal anak-anak yang
dititipkan ke lembaga pendidikan tersebut akan mampu memberi pondasi mental yang memadai untuk perkembangan
selanjutnya.Secara singkat lembaga-lembaga penitipan anak harus diatur begitu
rupa sehingga bisa menggantikan orang tua sementara waktu selama masa
penitipan.
Begitu juga dengan lembaga pendidikan anak usia
dini,kelompok bermain dan taman kanak-kanak atau bustanul athfal bisa ikut
andil terhadap perkembangan anak-anak yang dititipkan orang tuanya kepada
mereka.Peran serta lembaga-lembaga pendidikan anak tersebut menjadi lebih besar
lagi,manakala si anak berasal dari lingkungan keluarga yang
sibuk.Lembaga-lembaga tersebut harus disetting
mampu menggantikan peran orang tua sementara waktu orang tua sibuk
dengan pekerjaannya.Meningkatnya kemampuan mendidik anak yang dibawah asuhannya
harus menjadi prioritas utama para pengelola lembaga-lembaga pendidikan
tersebut.Peningkatan kemampuan mendidik ini tergantung pada beberapa factor
yang harus senantiasa dicermati agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan
mulia didirikannya lembaga-lembaga tersebut.
Sinkronisasi
Kedua : Optimalisasi Faktor Peran Guru
Sekarang ini telah diketahui bahwa masa usia anak 0
– 6 tahun adalah masa perkembangan otak yang paling pesat.Baik perkembangan
mental maupun fisik terjadi secara simultan dan berlangsung dengan cepat dan
efisien.Penggunaan energy pada usia ini lebih dominan bagi perkembangan otak
dan badan.Selama rentang waktu tersebut IQ anak dapat melonjak secara drastic jika mendapat
rangsangan dari orang tua .Peran strategis orang tua tersebut seharusnya
diteruskan dan dipegang oleh para guru dan pengasuh di KB,TK dan SD kelas 1
sampai kelas 3,yaitu saat anak mulai berinteraksi dengan dunia di luar
rumahnya. Sayangnya kenyataan yang terjadi ,perkembangan anak selanjutnya
justru kebanyakan menjadi lambat bahkan
ada yang berhenti ketika anak sudah memasuki sekolah- sekolah yang lebih tinggi
.
Padahal pada masa –masa tersebut merupakan masa-masa
paling penting dan kritis dalam perkembangan jiwa anak.Masa-masa tersebut
merupakan periode yang paling tepat untuk membangun kultur belajar ( learning culture ).Jika masa tersebut anak sudah
memiliki kultur belajar yang tinggi,maka pada jenjang pendidikan berikutnya anak akan
mudah mempelajari kecakapan belajar
(learning skill ),termasuk membangun orientasi hidup maupun orientasi
akademiknya.Pada masa perkembangan awal ini yang diperlukan anak adalah budaya
belajar bukan sekedar kebiasaan belajar
( learning habit ).Dan itu
membutuhkan guru dan pengasuh yang bisa merancang gairah anak untuk
belajar,bukan hanya kompetensi.
Guru yang baik adalah guru yang mampu menciptakan
lingkungan dan suasana belajar yang menyenangkan.Tak peduli tingkat pendidikan
si guru.Meskipun tidak berijazah S1 namun kalau ia bisa menciptakan lingkungan
dan suasana belajar yang menyenangkan ,maka guru tersebut termasuk guru ideal
bagi anak-anak didiknya.Kadang-kadang tingkat pendidikan yang tinggi tidak
dapat menjadi jaminan bagi seseorang untuk menjadi guru yang baik bagi anak
didiknya.
Guru yang baik akan mendorong anak didiknya
bersemangat mengaktualisasi diri mereka dengan ilmu.Sehingga anak-anak tersebut
bergairah untuk belajar.Bersemangat untuk belajar.Senang belajar karena
kegiatan belajar dirancang oleh guru agar terasa menyenangkan.Jika anak tidak
bergairah untuk belajar di sekolah,maka dapat dipastikan gurunya tidak mampu
menciptakan lingkungan dan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan.Kualitas
guru merupakan factor utama pada era anak belajar di luar rumah.Oleh
karenanya,orang tua yang akan memilihkan sekolah bagi anak-anaknya harus
mengetahui kemampuan guru yang akan menjadi orang tua kedua di lingkungan luar
rumah.Bukan hanya karena iklan,atau berita dari mulut ke mulut apalagi hanya
bangunan sekolahnya saja yang mentereng.Bungkusan
bagus yang tidak ada isinya apa gunanya ??
Yang ideal kemudian adalah sekolah yang mempunyai
guru-guru yang berperan benar-benar seperti orang tua, yang memiliki
keterlibatan emosional dalam pembinaan mental sehingga mampu menumbuhkan
kesemangatan belajar yang luar biasa dalam diri anak.Keterlibatan emosi saat mengajar akan membuat situasi belajar di
sekolah mengalir yang didorong oleh semangat guru kemudian diikuti oleh murid –muridnya.Keterlibatan
emosi para guru di sekolah akan membuat
hati senang gembira baik guru yang mengajar maupun murid yang belajar.Suatu hal
yang akan menumbuhkan perasaan positif yang berpengaruh kepada suasana belajar
yang menyenangkan tidak membosankan.Belajar seharian penuh pun dalam suasana
demikian tidak akan melelahkan .Semakin tinggi keterlibatan emosi saat belajar
semakin efektif otak kita bekerja.
Selain itu sekolah idealnya mempunyai rancangan
lingkungan fisik yang menggugah semangat belajar.Penataan ruang,penanaman
tanaman di taman,harus benar-benar cermat dirancang sebagai stimulus suasana
kondusif belajar siswa di sekolah.Sehingga guru dan siswa selalu terkait hatinya
di sekolah.Menumbuhkan kerinduan untuk datang ke sekolah .Asyik dan
menyenangkan,meskipun beban belajar melebihi ambang “kesanggupan mental” anak
tidak stress karenanya.
Budaya belajar yang demikian rupa itu hanya bisa
terwujud jika para pengambil kebijakan menyadari pentingnya guru dalam membina
mental murid-muridnya.Guru tidak boleh lagi diperlakukan sebagai ujung tombak
yang harus rela dibentur-benturkan dengan dinding tembok yang keras.Atau
dipukul-pukulkan ke batu yang keras hingga tumpul dan tak berguna sedikitpun
untuk kemajuan pembentukan karakter anak-anak negeri ini.Budaya belajar bisa
tumbuh dan berkembang dalam diri anak jika ada suatu bentuk kerjasama sinergis
sinkron antara peran orang tua di rumah
dan guru di sekolah,masyarakat di lingkungan,dan pemerintah pemegang
kekuasaan.Tiga tungku sejarangan,kata orang minang akan menyalakan periuk
dengan sempurna tanpa ada kemungkinan kecelakaan,periuk terguling ,misalnya.
Pada tahap awal perkembangan anak di sekolah,sebenarnya
semangat belajar hanyalah merupakan bekal awal .Perlu untuk membangun motivasi
dalam diri anak untuk belajar dan juga guru dalam mengajar.Jangan sekali-kali
memotivasi guru dengan imbalan materi,karena ini akan menyebabkan lunturnya
kesungguhan hati dan keikhlasan yang pada ujungnya akan merusak dan membelokkan
arah dari tujuan pembelajaran.Dan akhirnya
pembelajaran yang dilakukan oleh guru hanya sia-sia bagaikan debu
fatamorgana,dilihat dari kertas data ada namun sebenarnya tidak ada
apa-apanya.Tak ada yang bisa ditangkap.Tak ada yang membekas dalam diri
anak.Dan tak akan ada lagi harapan masa depan.
Bila motivasi belajar –mengajar sudah benar yang ditandai dengan kemampuan anak untuk
bertindak dengan alasan yang kuat,meskipun kadang-kadang tidak logis,dan alasan-alasan
yang mendasari tindakan tersebut telah mengakar dalam diri anak,maka anak
akan memiliki energy yang sangat besar yang akan mendorongnya untuk terus
belajar.Semakin kuat terbentuk motivasi ini semakin sungguh semangatnya untuk
menggali ilmu dan pengalaman dari lingkungan.Meskipun lingkungan pendidikan
selanjutnya tidak lagi sebagus lingkungan pada tahap awal pendidikan yang
dialami anak sebelumnya.Ini berarti bahwa motivasi yang dimiliki anak yang
dibawanya dari rumah dan pendidikan awal,akan menjamin berlangsungnya kebiasaan
belajar hingga sampai pendidikan tinggi
nantinya.
Dengan demikian factor guru dalam membentuk karakter
anak dengan motivasi belajar yang tinggi yang mendorong kesemangatan untuk
mengeksplorasi ilmu dan pengalaman merupakan factor eksternal yang perlu
diperhatikan dengan sungguh-sungguh.Guru-guru yang ramah,hangat dan bersahabat
juga merupakan hal yang tak bisa ditawar-tawar.Guru yang akan menciptakan
lingkungan belajar yang merangsang minat belajar anak didiknya,sekalipun sangat
sederhana,namun menentukan.
Sinkronisasi
Ketiga : Manajemen Faktor Lingkungan
Faktor yang ketiga yang mempengaruhi perkembangan
anak adalah lingkungan.Lingkungan pergaulan anak,lingkungan tempat tinggal
dan perkampungan atau perumahan .Faktor
lingkungan merupakan tempaan terhadap jiwa dan mental anak.Lingkungan yang baik
akan mendorong anak memiliki kebiasaan yang baik yang akan menjadi modal bagi
perkembangan berikutnya.Sedangkan lingkungan yang buruk akan cenderung
mematikan potensi kebaikan dalam diri anak.
Lingkungan yang baik diperlukan untuk
menumbuhkembangkan segala potensi kebaikan dalam diri anak,terutama
tumbuhnya motivasi internal.Bila anak
telah memiliki motivasi internal untuk berbuat baik,maka perubahan apapun yang
terjadi di lingkungan selanjutnya tidak akan banyak mempengaruhi.Memang
barangkali anak suatu ketika akan berada dalam lingkungan yang sangat jelek,dan
menjadikan mereka berperilaku menyimpang,namun manakala anak mendapati
lingkungan yang kondusif lagi mereka mampu beradaptasi dengan cepat dan
mental mereka segera pulih kembali
seperti semula .Ini merupakan kelebihan anak-anak dibanding dengan orang
dewasa.
Untuk memperbaiki kondisi lingkungan ,maka
pemerintah harus mendorong masyarakat melakukan regulasi lingkungannya
sendiri.Penataan lingkungan secara informal lebih efektif untuk mengontrol
perilaku-perilaku menyimpang daripada regulasi formal oleh pemerintah.Sebagai
contoh misalnya adalah pengaturan jam belajar anak yang ditetapkan oleh masyarakat dengan
kesepakatan akan mampu mengontrol kegiatan anak minimal selama jam-jam belajar tersbut.Ini
akan memiliki dampak positif yaitu terbentuknya kebiasaan orang tua dalam
keluarga yang menjadi anggota masyarakat
untuk menyempatkan diri mengontrol anak dan mendorongnya untuk beajar.
Contoh lainnya adalah kesepakatan anggota masyarakat
suatu kampung terhadap jam mengaji pada waktu sore hari .Ini akan mendorong
orang tua di kampung tersebut untuk
memotivasi anak mempelajari ilmu-ilmu agama untuk bekal hidupnya di masa dewasa
nanti.Kesepakatan ini juga akan membawa dampak positif dalam diri anak dam
menumbuhkan motivasi internal untuk
memulai hidup di awal umurnya sesuai tuntunan agama.Yang kemudian memberi bekas dalam jiwa anak yang sulit terhapuskan.
Dengan regulasi informal demikian akan menumbuhkan
kepedulian masyarakat terhadap perkembangan pendidikan anak.Dan masyarakat bisa
didorong untuk melakukan kesepakatan mewujudkan regulasi sendiri melalui
kesepakatan-kesepakatan anggotanya.Kreatifitas masyarakat sangat diperlukan
untuk ini.Dan pemerintah bisa berperan dengan membuat perundang-undangan yang
mencerdaskan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk itu semua.
Sinkronisasi
Keempat : Optimalisasi Faktor Iman dan Keyakinan
Di antara factor-faktor yang mampu memberi corak motivasi internal
pada diri anak yang paling penting dan
paling besar pengaruhnya adalah factor iman dan keyakinan spiritual.Iman yang
aktif dan keyakinan yang lurus dalam beragama merupakan pokok dari factor-faktor
lain yang telah disebutkan sebelumnya.Iman yang aktif akan mendorong seluruh
komponen ikut andil dalam membangun
perkembangan mental spiritual yang sehat sebagai motivator internal .Artinya
,iman yang kuat akan menjadi kekuatan pengendali ( driving force ) dalam berbuat dan bertindak
menentukan arah kehidupan .Ini sangat diperlukan anak ,karena kekuatan ini tak
pernah mati bila sudah tertanam dan tumbuh,kecuali Tuhan menghendaki lain
tentunya .
Coba kita bisa melihat bagaimana dahsyatnya kekuatan
iman dan keyakinan ini.Berapa banyak orang yang melakukan tindakan karena
keyakinannya bahwa tindakan yang dilakukannya itu adalah benar .Mereka rela
tidak mendapat gaji,honor,atau penghargaan,bahkan mereka rela mengorbankan diri
untuk mewujudkan keyakinannya itu.Ini adalah kekuatan dorongan untuk berbuat
yang luar biasa.Ini adalah motivasi internal terbesar yang tak ada
bandingnya.Dan kita cenderung mamandangnya sebelah mata.Lebih suka dengan
motovasi ideologis yang sebenarnya bukan apa-apa dibanding dengan motivasi iman
dan keyakinan.
Penutup
Dari paparan sebelumnya kita bisa mendapat gambaran
bagaimana peran sekolah bisa dioptimalkan sinkron dengan peran orang tua dalam
mendidik anak-anaknya.Kita bisa menciptakan sekolah yang berfungsi jika
terpenuhi syarat dan factor-faktor pendukungnya.Sekolah yang demikian hanya
akan terwujud bila pihak-pihak yang
berkepentingan melakukan gerakan yang simultan dan holistic.Orang
tua,lingkungan kampung, guru,dan pemerintah harus bekerja sama dalam frame
memberi dasar bagi perkembangan mental anak yang bersifat permanen yang
berpengaruh pada tahap perkembangan berikutnya.Faktor motivasi internal akan
tumbuh dengan pesat dalam jiwa anak bila orang tua /keluarga menjadi pendukung
utama bagi perkembangan mental anak.Faktor Guru yang baik untuk perkembangan
tersebut bisa diperoleh dengan menumbuhkan motivasi mengajar atas dasar iman
dan keyakinan,bukan materi penghasilan.Kemudian pelatihan-pelatihan guru yang
intensif yang mampu memelihara kemampuan guru secara optimal dalam mendidik
anak-anak didiknya.Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah regulasi informal
yang dilakukan oleh lingkungan masyarakat dan regulasi formal oleh pemerintah
akan menjadi factor-faktor pendukung bagi penguatan hasil pendidikan di
keluarga anak didik dan hasil pendidikan formal di sekolah.Semuanya itu harus
didorong agar dilakukan dengan orientasi akhirat .Sebab bila kita gagal dalam mendidik anak di
dunia ini,kita masih bisa berharap kebaikan dan pahalanya di akhirat kelak.Bila
kita masih percaya ada hidup sesudah hari-hari dunia kita tentunya !!!
Komentar