RUANG KATA
PUISI BULAN INI PUISI ARSIP ANTOLOGI PUISI
Ruang kata merupakan rubrik baru untuk apresiasi sastra.Rubrik ini memuat puisi karya-karya penulis di blog Majalah ini.Puisi yang dimaksudkan sebagai respon terhadap beberapa peristiwa yang terjadi di lingkungan penulis.Selain itu rubrik ini juga memuat opini masyarakat dalam menanggapi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
PUISI-PUISI MULYANTO,TE
Gajah,Mati,3 /12/2019
Ruang kata merupakan rubrik baru untuk apresiasi sastra.Rubrik ini memuat puisi karya-karya penulis di blog Majalah ini.Puisi yang dimaksudkan sebagai respon terhadap beberapa peristiwa yang terjadi di lingkungan penulis.Selain itu rubrik ini juga memuat opini masyarakat dalam menanggapi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
PUISI-PUISI MULYANTO,TE
MAGHRIB
begitu deras hujan mengucur seakan langit
terkoyak luka
air menyentuh bumi berlari menjemput mata
kaki.
aku meluruh
luluh oleh sepi dan gemetar jantung takut murkaMu.
Sementara orang-orang tegak bergumam
telah
lebih dulu membenci keramaian.
Mereka saling berbisik berdesak dalam bisu,
menyembunyikan masa lalu di tas punggungnya
dengan tatapan mata yang berteriak kepadaku :
”Aku tak membawa
apa-apa...!”
begitu deras hujan memalu atap seng di atas
kepala
berirama renyah tertawa
dan kilat menimpali dengan bentakan-bentakan
keras
memelintir telinga
mengunci mati bibir
mengelu lidah
membedaki wajah-wajah dengan warna pasi
marahkah Tuhan?
Ataukah alam yang tersakiti ingin membalas
manusia yang tak tahu budi?
Kulihat angin bergumam berbisik pelan
mengiring titik-titik hujan
mengetuk jendela kaca
tik...tik....tok....tik....tok...
Saat orang-orang berlari berteduh tergesa
Tuhan maafkan aku yang berpura-pura kaya
memberiMu sebidang dada yang tidak mampu
memiliki apa-apa.
Selain air mata yang mengalir deras tanpa alasan
kecuali banyaknya dosa yang telah kulakukan
Gajah Mati,5 Maret 2020
BULU
GARUDAKU
Bulu garudaku kini tercemar Corona
Merontok lembar demi lembar
Melayang
Jatuh terkapar
Runtuh
Meluruh dalam karung
Tenggelam dalam comberan ciliwung
Garudaku serak berteriak
Tolong.......! Tolong aku..!
Tapi tak ada yang mendengar
Bahkan semua sibuk bercengkerama
Di TiVi
Di Youtube
Di Tweeter
Bahkan di kolom tai di kloset WC umum
komentar surat-surat kabar
Saling tuding
Saling mencela
Bagai anjing-anjing berlomba besar-besaran gonggongan suara
Sementara para pelakon panggung besar negara
Sibuk beradu akting drama mencari
Sesosok bayang bernama kambing hitam
Garudaku ringkih terpapar Corona
Matanya nanar memerah marah
Memutih sedih
Menyaksikan penjahat-penjahat dilepas lapas
Sementara penegak hukum disiram air keras
Para perawat mati dicegah
bahkan dihalangi dikubur di tanah kelahirannya sendiri
Sementara orang-orang yang duduk di gedung besar
Rapat meneriakkan kalimat angan
Hendak disihir jadi undang-undang
Yang mengikat sayap garuda agar tak terbang terlalu tinggi
Hingga kakinya tak lagi mampu mencengkeram erat
Pita bertulis Bhineka Tunggal Ika
Garudaku merunduk malu
Kejantanannya di natuna dikebiri
Dijual beli dengan yuan dan
rayuan
bisikan kekasih palsu Bernama komunis gaya baru
berbungkus gula manis dalam kalimat-kalimat RUU HIP
malu tak lagi melekat dalam hati pemimpin negeri ini
dengan culas
mencuri kesempatan di tengah pandemi covid-19
Garudaku berserak teriak menatap ngeri
Ketika Tuhan tidak lagi ditakuti penduduk negeri
Bumi Mekar Jaya,23 Juni 2020
Rumah Kita
Ini rumah
kita
Negeri yang
bernama Indonesia
Dilahirkan
kita di sini
dengan ibu
kita bermain cilukba
Belajar
menempa kegembiraan dan kesabaran dengan bapak
Belajar kebijaksanaan dengan guru-guru
Belajar
mencintainya dengan tatapan sejarah
Meski kelam tertutup kabut manipulasi dan dusta
Ini rumah
kita
Negeri besar
bernama indonesia
Tempat kakek
kita dulu berlaga
merebut kebebasan tanahnya dari tangan penjajah
dengan berkorban
nyawa menjemput ajal terkapar berpeluh bermandi
darah
Dengan mata menyala mulut lantang berteriak “merdeka!”
Ini rumah
kita
Hadiah besar
dari Sang Pencipta
Agar kita
bersyukur dan mengabdi bersungguh penuh padaNya
Meski harus bermandi peluh
Bahkan bercucur air mata darah
Harus
kita pikul amanah itu
sampai tubuh renta
berabun mata
berkalang tanah
Ini rumah
kita
Negeri besar
bernama indonesia
Kita warisi
Kita isi
pundi-pundinya dengan kejayaan
Hingga bisa
lantang kita teriakkan kata
“kita bukan
lagi budak sahaya !
yang harus mengemis kemuliaan dari tuan penguasa”
PUISI KORBAN PEMILU
Karya mulyanto,TE
Kemarin kau masih menyapa
Di kelok jalan tersenyum lalu tertawa
Sementara angin lembut menyapu wajah
Meronakan jiwamu yang gerah
Lelah.
Menyaksikan kedustaan dibeli dengan
kesetiaan
Pengkhianat dielu-elukan sebagai pahlawan
Meski kesiangan dan
jadi tertawaan
Di saat-saat jumlah jiwa hanya seharga
potongan emas
Atau lembaran-lembaran rupiah
Dikorbankan untuk ritual menduduki kursi atas
nama tanah tumpah darah
Meskipun pada
akhirnya menjadi keparat
Jahat
Menipu rakyat
Sungguh terlalu tak punya malu
Punya mulut tapi bisu
Punya mata tapi buta
Punya hati tapi tak
merasai
Memahat tubuh kaku bagai boneka kayu
Mendingin pelan-pelan lalu mati
Mati .
Tak bangkit lagi
Mati.
Dengan senyum
bahagia diiring isak tangis keluarga
Negeriku terjajah kusangka merdeka
Bumi Mekar Jaya,18
Agustus 2019
Komentar